"Frekuensi Meeting
Real Human terhadap Aspek Kebutuhan Jiwa di Dunia Vitualisasi Teknologi"
oleh Rahmawi Annis Setiawati (Universitas Setia Budi Surakarta)
PENDAHULUAN
Manusia dituntut untuk dapat beradaptasi
dengan globalisasi yang ada. Revolusi mental perlu dilakukan, karena kualitas
sumber daya manusia (SDM) yang akan mempengaruhi kemajuan suatu negara dalam
menghadapi revolusi industri 4.0. Revolusi mental bukanlah suatu pilihan,
melainkan sebuah keharusan untuk menciptakan manusia dengan karakter yang
berorientasi maju dan berfikir kedepan. Keberhasilan dalam revolusi mental akan
menciptakan bangsa yang maju dan dapat bersaing di era globalisasi saat ini. Masyarakat harus berkembang di era digital
saat ini, harus mampu
memanfaatkan perkembangan teknologi yang terus maju secara bijak. Revolsi
mental di Indonesia sendiri merupakan gerakan perubahan masyarakat baik
pemerintah maupun seluruh rakyatnya dengan mengubah cara pandang, sikap, dan
perilaku yang disesuaikan dengan ideologi negara. Sebagai negara dengan cakupan
penestrasi internet yang cukup tinggi 51,8 %, Indonesia juga perlu mewaspadai
masalah kesehatan jiwa yang merupakan bentuk efek yang ditimbulkan oleh kecanggihan era 4.0 ini. Survei Global Health
Data Exchange tahun 2017 menunjukkan, ada 27,3 juta orang di
Indonesia mengalami masalah kejiwaan
Kebutuhan manusia dapat diartikan
sesuatu yang diinginkan atau diperlukan dalam kehidupan manusia. Ada kebutuhan
berarti ada kekurangan, dengan dorongan- dorongan yang ada berusaha memenuhi
kekurangan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sangat utama ialah kebutuhan
untuk kelangsungan hidup organisme manusia beserta kebutuhan untuk meningkatkan
atau menyempurnakan kesejahteraan kehidupan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut
mengakibatkan seseorang untuk memaksimalkan potensi, dan banyak pula orang yang
diluar kendali emosional dan kondisi fisik dan psikis seseorang. Hal tersebut tentunya
mengganggu dinamika kesehatan mental seseorang. Dinamika kesehatan mental
adalah sesuatu yang erat hubungannya dengan tekanan-tekanan batin,
konflik-konflik pribadi dan komplek terdesak yang terdapat pada diri manusia.
Tekanan-tekanan batin dan konflik-konflik pribadi itu sering sangat mengganggu
ketenangan hidup seseorang dan sering kali menjadi pusat pengganggu (storings centrum).
Diera modern ini, kebutuhan teknologi
sudah menjadi kebutuhan golongan primer, dimana disetiap aspek kehidupan
sehari-hari kita sudah tidak dapat lepas lagi teknologi. Pernyataan tersebut dapat kita lihat persentase penestrasi pengguna internet,
dikutip dari buletin APJII, memotret jumlah pengguna internet negeri ini.
Hasilnya, pengguna internet Indonesia bertambah 10,12 persen pada 2018
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara total, pengguna internet mencapai 171,17
juta pengguna dari populasi 264,16 juta jiwa. Konsep teknologi ini memberika
arus percepatan yang sangat signifikan hal tersebut berbanding terbalik pada
konsep khususnya di bidang kesehatan yang mana juga meningkatkan frekuensi
gangguan kejiwaan seseorang. Contoh konkret yang dapat kita rasakan saat ini
seperti sulit bekomunikasi dengan orang lain, kecenderungan individualisme,
introvet, merasa mempunyai dunia sendiri, gangguan fisik, psesikologi dll
Dalam esai ini kami mengupas bagaimana langkah dalam
mencegah dampak atau efek dari penggunaan teknologi khusunya game yang di era sekarang tidak dapat
dihindarkan lagi. Solusi yang ingin kami sampaikan yakni “Frekuensi Meeting Real Human terhadap Aspek Kebutuhan Jiwa di Dunia
Vitualisasi Teknologi “ dimana kami mengkaji lebih lanjut tentang solusi mengurangi dampak arus
teknologi khususnya pencandu game-online yakni
dengan menambah frekuensi social-networking sehingga menjadikan komposisi
seimbang antara komunikasi di dunia vitual teknologi dengan komunikasi di dunia nyata.
PEMBAHASAN
Perubahan yang tergolong cepat dan
langsung mengacak pola tatanan masyarakat ini tidak dapat dihindari. Pemerintah
harus dapat menanggulangi dampak terburuk, yaitu hilangnya banyak perkerjaan dalam
masyarakat. Hal ini dapat diatasi dengan memastikan keadilan bagi masyarakat,
pembangunan insfrastruktur digital, memperkuat daya saing global dan yang
merata pada setiap daerah. Revolusi mental perlu dilaksanakan, dengan adanya
teknologi bukan berarti karakter masyarakat akan hilang tergerus dengan globalisasi yang ada, namun
hal ini juga belum dapat menjamin
apakah dampak dari revolusi 4.0 dapat teratasi.
Di Indonesia,
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
Kementerian Kesehatan RI, dr Fidiansyah, Sp.Kj, menyebut, setiap hari
setidaknya ada lima orang yang bunuh diri. Depresi yang berujung bunuh diri ini
mengancam mereka yang berada di usia produktif. "Usia paling banyak
melakukan bunuh diri itu 15 sampai 29 tahun, generasi milenial," kata
Fidiansyah dalam siaran langsung melalui akun Instagram Kemenkes,
Kamis (10/10/20 19). Bunuh diri menjadi
muara bagi masalah kejiwaan yang tidak tertangani. Ini terjadi ketika
seseorang merasa tak memiliki
harapan hidup lagi akibat depresi. Bisa juga muncul halusinasi yang menyuruhnya
untuk bunuh diri. Survei Global Health Data Exchange tahun 2017 menunjukkan,
ada 27,3 juta orang di Indonesia mengalami masalah kejiwaan. Hal ini berarti, satu
dari sepuluh orang di negara ini mengidap gangguan kesehatan jiwa. Indonesia
jadi negara dengan jumlah pengidap gangguan jiwa tertinggi di Asia Tenggara. Gangguan
kejiwaan yang paling tinggi yakni kecemasan (anxiety disorder). Jumlah pengidapnya lebih dari 8,4 juta jiwa.
Selain itu, ada sekitar 6,6 juta orang yang
mengalami depresi. Ada juga 2,1 juta orang mengalami gangguan perilaku. Kendati
demikan, tidak ada penjelasan klasifikasi gangguan mental emosional. Padahal,
spektrum gangguan kesehatan mental sangat luas dan beragam. Terjadinya gangguan
jiwa ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor biologis, psikologis, sosial.
Oleh karena itu, manusia melakukan
beberapa usaha untuk mendapatkan keseimbangan jiwa, dan bentuk kepribadian yang
terintegrasi dengan baik, serta mampu memecahkan segala kesulitan hidup dengan
kepercayaan diri dan keberanian Kebutuhan biologis berarti
sesuatu yang diperlukan untuk hidup, sedangkan
kebutuhan fisiologis sesuatu yang diperlukan untuk tumbuhnya organisme
terutama diawal kehidupan sehingga mencapai bentuk yang khas. Kebutuhan
psikologis adalah kebutuhan yang diusahakan individu untuk memenuhi
dorongan-dorongan yang sesuai dengan keinginan, selera, sehingga memuaskan jiwa
atau mentalnya. Individu sebagai makhluk yang selalu berubah dari keadaan kini
menjadi keadaan yang akan datang. Dengan mengalami perubahan mungkin merasa
puas, senang, bahagia, karena apa yang terjadi sesuai dengan apa yang
diinginkan. Maka individu selalu ceria, percaya diri dan optimistis. Sebaliknya
bagi mereka yang tidak beruntung muram, rendah diri, karena keinginannya tidak
tercapai. Namun tidak semua individu yang mengalami kegagalan menjadi murung
dan pesimistis.
Dalam esai ini kami memberikan solusi
strategis dalam menyeimbankan sinkronisasi otak sehingga
mampu meminimalisisr adanya
gangguan mental khususnya pada faktor psikologis dan sosial. Dimana
fokus kami yakni terhadap penderita
Gaming atau Gamer yang mana sudah menjadi salah satu
permasalahan yang dimungkinkan sebagain faktor penyebab gangguan kejiwaan.
Dimana game ini menimbulkan banyak
masalah. Dikutip dari Kompas.com-Sebanyak tiga anak
harus menjalani terapi di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Amino Gondohutomo,
Kota Semarang, lantaran kecanduan bermain game
hingga menderita gangguan jiwa. Psikiater RSJD Amino Gondohutomo, Hesti
Anggriani, mengungkapkan, anak-anak yang harus menjalani terapi itu rata-rata
berusia sembilan tahun."Dua pasien benar-benar murni adiksi atau kecanduan
game. Satunya lagi didiagnosis
gangguan jiwa karena main game terus,"
ujar Hesti saat dikonfirmasi, Sabtu (19/10/2019).
Gejala dari gaming disorder dapat dilihat dari adanya peningkatan frekuensi
waktu bermain game. Dari yang awalnya
hanya 3 jam sehari menjadi 5 jam sehari. Seseorang dapat dikatakan kecanduan
ketika ia memiliki pola perilaku bermain game
dengan intens selama 12
bulan. Bermain game memang
dapat meningkatkan fungsi kognitif. Akan tetapi, perilaku bermain game secara terus menerus sampai
kehilangan makna di lingkungan sosial justru dapat merusak otak. Serebelum yang
bertugas menata emosi dan mengendalikan perilaku menjadi terganggu.
Oleh karena itu kami menghadirkan esai
berjudul “Frekuensi Meeting Real
Human terhadap Aspek Kebutuhan Jiwa di Dunia Vitualisasi Teknologi “ yang mana dalam esai ini memberikan solusi bahwa pola awal terjadinya
gangguan jiwa yakni diakibatkan pola pikir dan tindakan yang dapat dilakukan
secara berulang atau terus menereus sehingga menjadikan habit atau kebiasaan sehingga pelaku tidak menyadari bahwa dirinya sudah menggalami suatu gangguan
khusunya kejiwaan. Disini kami ingin menyampaikain bahwa pola kecandun ini
dapat dihindarkan yakni dengan kerja sama mutualisme produsen
game, pengguna dan pemerintah. Dimana diadakan agenda rutin bagi pengguna game kurun
waktu bertahap yakni
tiap 3 bulan sekali, atau 1 bulan sekali bahkan 1 minggu sekali
sesuai agenda rutin yang ditargetkan yakni
networking- offline dimana gamer atau penikmat dunia virtual ini
dipertemukan secara langsung dengan agenda game-offline, acara
workshop tentang pola game yang benar,
psikologi, pencipta game,
pakar game dsb. Hal ini dirasa
penting karena kuatitas pertemuan ini dirasa cukup ringan di bandingkan
frekuensi pengguna dalam bermain game-online.
Tentunya dalam penatalaksanaan berdasarkan survei nyata. Dimana nantinya
diharapkan pengguna game yang aslinya
memiliki kualitas dan potensi lebih untuk diarahkan pada aspek yang lebih
bermanfaat kemudian memberikan edukasi kepada pengguna seputar game, menurunkan potensi gangguan mental
pengguna karena diberikan fasilitas atau wadah bertemu langsung dengan sesama
pengguna secara offline atau Meeting Real Human.
Indikator keberhasilan dalam proses ini
diharapkan terjadi hubungan mutualisme pengguna game, produsen game sendiri
dan pemerintah khususnya dalam kementrian dinas kesehatan dan ahli psikologi
(psikiater). Pengguna teredukasi terhadap game
sehingga meminimalisir gangguan jiwa atau penyalahgunaan terhadap pengguna,
semakin turunya grafik angka gangguan jiwa di Indonesia. Untuk produsen tentunya meminimalilisir adanya blocking atau
pengeblokan terhadap game tang
dirasa menggangu kesehatan mental, memberikan akses social-humanity. Untuk pemerintah sendiri mempermudah akses
pemantauan terhadap masyarakat khususnya pengguana game .Diharapkan program ini memberikan untuk membentuk Indonesia berdaya.
KESIMPULAN
Dadi
dari hasil analisis
data yang didapatkan frekuensi orang dengan gangguan
metal terganggu di era teknologi ini selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya,
diharapkan program “Frekuensi Meeting
Real Human terhadap
Aspek Kebutuhan Jiwa di
Dunia Vitualisasi Teknologi
“ menurunkan grafik
angka penderita gangguan
jiwa di Indonesia dengan cara
membentuk sircle atau arus perputaran
kolaborasi positif kerja sama mutualisme produsen game, pengguna dan pemerintah dinas kesehatan. Dimana diadakan
agenda rutin bagi pengguna game kurun
waktu bertahap. Dimana nantinya diharapkan pengguna game yang aslinya memiliki kualitas dan potensi lebih untuk
diarahkan pada aspek yang lebih bermanfaat kemudian memberikan edukasi kepada
pengguna seputar game, menurunkan
potensi gangguan mental pengguna karena diberikan fasilitas atau wadah bertemu
langsung dengan sesama pengguna secara offline
atau Meeting Real Human.